Medication Errors
Menurut Kepmenkes Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004, Medication error adalah kejadian yang merugikan
pasien akibat pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan, yang
sebetulnya dapat dicegah. Kerugian yang dialami pasien bisa bermacam-macam
mulai dari kerugian dalam hal biaya bahkan sampai menyebabkan kematian.
Menurut JAMA 5 Juli 1995, kesalahan
pengobatan (medication error) dapat terjadi dalam
proses prescribing (39%), transcribing (12%), dispensing (11%)
dan administering (38%), adapun pengertian dari masing-masing tersebut adalah :
a. Prescribing
Merupakan kesalahan yang terjadi
dalam penulisan resep obat oleh dokter.
Contoh : Dokter salah menulis
jumlah atau dosis obat yang tepat untuk pasien, tidak jelasnya tulisan dalam
resep, keliru dalam menuliskan nama obat atau tidak jelasnya instruksi yang
diberikan dalam resep.
b. Transcribing
Merupakan kesalahan yang terjadi
dalam menterjemahkan resep obat di apotek. Contoh : Resep yang keliru
dibaca/diterjemahkan sehingga otomatis salah juga obat yang diberikan kepada
pasien. Bisa juga karena secara sengaja instruksi yang diberikan dalam resep
tidak dikerjakan atau secara tidak sengaja ada instruksi dalam resep yang
terlewatkan sehingga tidak dikerjakan.
c. Dispensing
Merupakan kesalahan yang terjadi
dalam peracikan atau pengambilan obat di apotek. Contoh : Obat salah diambil
karena adanya kemiripan nama atau kemiripan kemasan, bisa juga karena
salah memberi label obat sehingga aturan pemakaian obat atau cara
pemakaian obat menjadi tidak sesuai lagi atau mengambil obat yang sudah
kadaluarsa.
d. Administering
Merupakan kesalahan berkaitan
dengan hal-hal yang bersifat administrasi pada saat obat diberikan atau
diserahkan kepada pasien.
Contoh : Karena salah dalam menuliskan instruksi
pemakaian obat kepada pasien atau salah memberi penjelasan secara lisan kepada
pasien sehingga pasien pun akhirnya salah dalam menggunakan obat tersebut.
Accidental Intrathecal Injection of Tranexamic Acid in
Cesarean Section: A Fatal Medication Error
by Firouzeh Veisi, MD; Babak Salimi, MD;
Gholamreza Mohseni, MD; Parisa Golfam, MD; and Azam Kolyaei, BS
To the Editor:
Medication errors
from look-alike ampoules continue to cause serious patient harm resulting
from lack of systematic medication safety practices. We report a case of a
fatal medication error for an emergency cesarean section for term twin
delivery.
Case Description: A
21-year-old woman with a 37-wk twin pregnancy came to the hospital
emergency department due to painless vaginal bleeding, which started 6
hours prior to arrival. The patient's initial vital signs were: BP=100/70,
T=37, HR=94/min, RR=18/min. Fetal heart rates were 140/min and 116/min.
Emergency ultrasound revealed decreased amniotic fluid in Twin A and an
incomplete placenta previa. The patient’s serum hemoglobin was 10 mg/dl.
The patient was scheduled for a cesarean section due to vaginal bleeding
and placenta previa.
The anesthesiologist
decided to administer spinal anesthesia and asked his technician to give
him 1.5% bupivacaine. The technician took out an ampoule from a box, opened
it, and gave it to the anesthesiologist. The anesthesiologist injected the
drug after confirming free flow of cerebrospinal fluid. After injection,
the patient was placed in the supine position for prepping and draping.
Approximately 3 minutes after injection of the drug the patient began
tossing and turning, and complained of severe sharp pain from her waist to
her lower extremities.
The patient became
dysphoric and complained of dizziness. Her vital signs at that time were:
RR=18/min, PR=100/min, BP=110/70. There was no demonstrable sensory or
motor block in her lower extremities. Consequently, general anesthesia was
emergently induced for ongoing vaginal bleeding and fetal distress. Both twins
were delivered uneventfully with Apgars of 5 and 6 for Twin A and 8 and 9
for Twin B.
|
|
Case Study”
Tanggapan
Asam traneksamat
adalah obat yang digunakan untuk menghambat fibrinolisis. Ini adalah obat
yang tidak biasanya ada di ruang operasi kebidanan atau lainnya karena
penggunaannya yang langka. Sedangkan Bupivacaine adalah anestesi lokal
jenis amida yang memiliki masa kerja panjang dan mula kerja yang pendek.
Kesalahan obat dapat diminimalkan
dengan prosedur berikut:
1. pengaturan standar obat di ruang
operasi;
2. membaca label obat sebelum menyusun
obat;
3. perusahaan obat membuat berbeda
(ukuran, warna, bentuk) label obat dan botol;
4. seharusnya ada tenaga farmasis di
ruang operasi agar dapat meminimalisir terjadinya kesalahan dalam
dispensing obat
5. seharusnya perawat yang bekerja
harus lebih berhati-hati dalam bekerja sehingga tidak terjadi kesalahan
yang menimbulkan akibat yang fatal.
6. Obat harusnya disusun serapi
mungkin, disusun berdasarkan abjad atau berdasarkan khasiat.
7. Obat-obatan yang memiliki bentuk,
warna dan nama yang mirip, harus lebih waspada dan berhati-hati dalam
penyimpanannya.
8.
Sebelum
menginjeksikan obat kepada pasien, harusnya dokter atau perawat memeriksa
kembali obat yang akan diberikan.
9.
Walaupun dalam keadaan darurat,
harus tetap bekerja sesuai dengan prosedur, mengikuti aturan, dan selalu
bekerja secara hati-hati dan waspada.
References
1.
Mohseni K, Jafari A, Nobahar MR, Arami A.
Polymyoclonus seizure resulting from accidental injection of traexamic acid
in spinal anesthesia. Anesth Analg 2009; 108:1984-6.
2.
Wong JO, Yang SF, Tsai MH. Accidental injection of
tranexamic acid (Transamin) during spinal anesthesia. Ma
Zui Xue Za Zhi 1988;26:249-52.
3.
de Leede-van der Maarl MG, Hilkens P, Bosch F. The
epileptogenic effects of tranexamic acid. J Neurol 1999;246:843.
4.
Yeh HM, Lau HP, Lin PL, Sun WZ, Mok MS. Convulsions
and refractory ventricular fibrillation after intrathecal injection of a
massive dose of tranexamic acid. Anesthesiology2003;98:270-2.v
|
|
DAFTAR PUSTAKA
F.Gonzalez,
2009, Accidental Intrathecal
Injection of Tranexamic Acid in Cesarean Section: A Fatal Medication Error diakses
melalui www.jmedicalcasereports.com
Komentar
Posting Komentar